Minggu, 06 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengna Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan menurut pH serum.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum ?
2.      Apa saja etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
3.       Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum ?
4.      Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
5.      Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum ?
6.      Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
7.       Bagaimana pencegahan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
8.       Apa saja komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
9.      Bagaimana askep pada klien dengan Keto Asidosis Diabetikum?

C.    Tujuan  Penulisan
1.      Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menerapakan asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
2.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum
b.      Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
c.       Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum
d.      Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
e.       Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum
f.       Untuk mengetahui penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum
g.      Untuk mengetahui pencegahan dari Keto Asidosis Diabetikum
h.      Untuk mengetahui komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum

D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada baik di perpustakaan maupun di media internet sebagai pelengkap.


E.     Sistematika  Penulisan
      Makalah  ini disusun secara sistematis yang terdiri dari 3 bab, yaitu :
BAB I Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang penulisan,  rumusan penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teori, yang menguraikan tentang  anatomi fisiologi, pengertian, etiologi, manisfestasi klinis, fatofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan keperawatan dan medis serta asuhan keperawatan.
BAB III Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000).
Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat  sampai menyebabkan syok.

B.     Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1.      Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2.       Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
3.      Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.

C.    Tanda dan Gejala
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai  mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah  artikan sebagai ‘akut abdomen’. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan hilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan  koma (10%) kasus, penglihatan kabur, lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl), terdapat keton di urin, dehidrasi dan syok hipovolemik  (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) . Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic. Tanda lain adalah napas cepat (kusmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau  aseton pada nafasnya.
D.    Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).

E.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Analisa Darah
a.       Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b.      pH rendah (6,8 -7,3)
c.       PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d.      HCO3 turun (<15 mEg/L)
e.       Keton serum positif, BUN naik
f.       Kreatinin naik
g.       Ht dan Hb naik
h.      Leukositosis
i.        Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2.      Elektrolit
a.       Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b.      Fosfor  lebih sering menurun
3.      Urinalisa
a.       Leukosit dalam urin
b.       Glukosa dalam urin
4.      EKG gelombang T naik
5.      MRI atau CT-scan
6.      Foto Toraks

F.     Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1.      Penilaian klinik awal
a.       Pemeriksaan fisik  (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b.      Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
a.       Pertahankan jalan nafas.
b.      Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c.       Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d.      Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari aspirasi lambung.

2.      Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.       Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b.      Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c.       Pengukuran balance cairan setiap jam.
d.      Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e.       Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f.       EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g.      Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

3.      Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.       Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b.      Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c.       Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.      50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.       Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

4.      Penggantian Natrium
a.       Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b.      Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c.       Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d.      Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e.       Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
f.       Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

5.      Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a.       Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b.      Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

6.      Penggantian Bikarbonat
a.       Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b.      Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
c.       Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d.      Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

7.      Pemberian Insulin
a.       Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b.      Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c.       Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d.      Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e.       Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.       Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g.      Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h.      Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i.        Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j.        Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k.      Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l.        Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m.    Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n.      Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8.      Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
a.       Kurangi kecepatan infus.
b.      Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c.       Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d.      Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e.       Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

9.      Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a.       Memulai diet per-oral.
1)      Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2)      Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
3)      Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4)      Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

b.      Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1)      Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2)      Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3)      Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
4)      Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

G.    Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1.      Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2.      Menghindari stress.
3.      Menghindari puasa berkepanjangan.
4.      Mencegah dehidrasi.
5.      Mengobati infeksi secara adekuat.
6.      Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

H.    Komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum
1.      Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci  darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif.

2.      Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali.

3.      Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada syaraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.

4.      Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu, terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak dan lekas lelah.

5.      Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang – kejang.

6.      Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.

7.      Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah tekanan darah.

Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang mungkin timbul.
1.      Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2.      Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3.      Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih mudah terserang infeksi.

I.       Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b.      Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c.       Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d.      Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e.       Status metabolikIntake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
f.       Pemeriksaan Fisik :
1)      Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
2)      Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
3)      Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
4)      Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
5)      Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri).
6)      Sistem gastrointestinal  (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
7)      Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
8)      Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
g.      Pengkajian gawat darurat :
1)      Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2)      Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3)       Circulation: kaji nadi, capillary refill.
h.      Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma.
i.        Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
j.        Integritas/ Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
k.      Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
l.        Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
m.    Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
n.      Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.


o.      Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat.
p.      Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
q.      Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
r.        Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental.
b.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c.       Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul.
d.      Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri.

3.      Rencana Keperawatan
a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual. Kriteria Hasil :
1)      TTV dalam batas normal.
2)      Pulse perifer dapat teraba.
3)      Turgor kulit dan capillary refill baik.
4)      Keseimbangan urin output.
5)      Kadar elektrolit normal
Intervensi
Rasional
1.  Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan.



Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic.



Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton.



Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis.

Observasi ouput dan kualitas urin.

6.   Timbang BB.

7.  Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan.
8.  Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional.


Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.

Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler.
        Kolaborasi:
-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
-Albumin, plasma, dextran
-Pertahankan kateter terpasang
-Pantau pemeriksaan lab :
         Hematokrit
         BUN/Kreatinin
         Osmolalitas
        



         Natrium
        


       
         Kalium

1.      Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2.       
3.      Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3.  Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi.
      Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis.
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi.
6.  Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi.
    Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume.
8.  
    Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia.
9.  Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah  dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit.
      Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK.

Kolaborasi :
   Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
   Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
   Memudahkan pengukuran haluaran urin
Pemeriksaan lab :
   Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi.
   Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal.
   Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi.
   Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron.
      Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat.

b.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. Kriteria hasil :
1)      Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
2)      Menunjukkan tingkat energi biasanya.
3)      Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal.


Intervensi
Rasional
1.   Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
2.    Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan.
3.    Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi.
4.    Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi.
5.  Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi.
6.    Observasi tanda hipoglikemia.




7.    Kolaborasi :         
        Pemeriksaan GDA dengan finger stick.
        
               Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3.
       Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
        
              Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal.
1.     Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya.
2.      Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3.     
             Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.      Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

5.      Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6.      Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin, hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus dikenali.
7.      Kolaborasi :
      Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi.
       Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol.
      Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia.
         Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia.
c.       Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul. Kriteria hasil : 
1)      Pertahanan pola nafas efektif.
2)      Tampak rilex.
3)      Frekuensi nafas normal.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji pola nafas tiap hari.





Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul.


Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton.




4.     
            Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.


5.     
              Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler.
6.      Berikan bantuan oksigen.




7.      Kaji Kadar AGD setiap hari.
1.      Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.
2.      Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.
3.       Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
4.      Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi.
5.     
               Pada posisi semi fowler paru – paru tidak tertekan oleh diafragma.
6.      Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2.
7.      Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.

d.      Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri.  Kriteria Hasil:
1)      TTV dalam batas normal.
2)      Pulse perifer dapat teraba.
3)      Turgor kulit dan capillary refill baik.
4)      Keseimbangan urin output.
5)      Kadar elektrolit normal
Intervensi
Rasional
1.      Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare.

Pantau tanda vital.




3.      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa.
        Ukur BB tiap hari.


5.     Pantau masukan dan pengeluaran urine.

6.     
            Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr.
7.      Kolaborasi
          Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose.
         Pantau pemeriksaan laboraorium: Ht, BUN/Creatinin, Na, K.
        







          Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral.
        



           Berikan Bikarbonat.
       
              Pasang selang NG dan lakukan penghisapan.
1.      Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
2.      Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
3.       Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.
4.      Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti.
5.      Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.
6.      Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
Kolaborasi
     Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual.
        Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron. Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang.
       Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
        Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
       Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
4.      Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.

5.      Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
  



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabakan kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.   

B.     Saran

Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.