BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi
metabolik akut pada diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam
angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis
diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan
tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar
insulin efektif disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon
seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengna Diabetes
Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri
yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis,
ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan
menurut pH serum.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10%
per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan kontrol metabolik yang jelek atau
sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status
sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan
insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.
Angka kematian
ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti
: sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut,
kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah.
Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai
dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab
kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang
paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan
ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem
respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu
penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman
mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan
ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai
bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Keto Asidosis
Diabetikum ?
2. Apa saja etiologi dari Keto Asidosis
Diabetikum ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Keto
Asidosis Diabetikum ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari
Keto Asidosis Diabetikum ?
6. Bagaimana penatalaksaan dari Keto
Asidosis Diabetikum ?
7. Bagaimana pencegahan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
8. Apa saja komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
9. Bagaimana askep
pada klien dengan Keto Asidosis Diabetikum?
C.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menerapakan
asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
2. Tujuan
Khusus
Adapun
tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian dari
Keto Asidosis Diabetikum
b. Untuk mengetahui etiologi dari Keto
Asidosis Diabetikum
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis
dari Keto Asidosis Diabetikum
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari
Keto Asidosis Diabetikum
e. Untuk mengetahui pemeriksaan
penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum
f. Untuk mengetahui penatalaksaan dari
Keto Asidosis Diabetikum
g. Untuk mengetahui pencegahan dari
Keto Asidosis Diabetikum
h. Untuk mengetahui komplikasi dari
Keto Asidosis Diabetikum
D.
Metode
Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis
menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran dan menggunakan studi
kepustakaan dari literatur yang ada baik di perpustakaan maupun di media
internet sebagai pelengkap.
E.
Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara
sistematis yang terdiri dari 3 bab, yaitu :
BAB
I Pendahuluan, yang
menguraikan tentang latar belakang penulisan,
rumusan penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan
Teori, yang
menguraikan tentang anatomi fisiologi,
pengertian, etiologi, manisfestasi klinis, fatofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan keperawatan dan medis
serta asuhan keperawatan.
BAB III Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetik
ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes
mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa
> 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau
ketourinia. (Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis
Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh
meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat
kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Ketoasidosis
diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000).
Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM)
yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik,
KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
B.
Etiologi
Ketoasidosis
diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1.
Insulin diberikan dengan dosis yang
kurang.
2.
Keadaan sakit
atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan
apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi
insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi
peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin,
kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi
glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta
lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan
dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat
berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
3.
Terdapat pada orang yang menderita
diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini
dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidakmampuan untuk
menjalani terapi yang telah ditentukan.
C. Tanda
dan Gejala
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu
kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsi, dan penurunan
berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan sering
disertai mual-muntah dan nyeri perut.
Nyeri perut sering disalah artikan
sebagai ‘akut abdomen’. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala
nyeri abdomen, gejala ini akan hilang dengan sendirinya setelah asidosisnya
teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%) kasus, penglihatan kabur, lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240
mg/dl), terdapat keton di urin, dehidrasi dan
syok hipovolemik (kulit/mukosa kering
dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) . Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena
diuresis osmotic. Tanda lain adalah napas cepat (kusmaul) yang merupakan
kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada nafasnya.
D.
Patofisiologi
Diabetes
ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting
pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia.
Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh,
ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan
(poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita
ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai
400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan
lemak (lipolisis) menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan
bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis
metabolik (Brunner
and suddarth, 2002).
E. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Analisa Darah
a. Kadar glukosa
darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8
-7,3)
c. PCO2 turun (10
– 30 mmHg)
d. HCO3 turun
(<15 mEg/L)
e. Keton serum
positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i.
Osmolalitas serum meningkat tetapi
biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2. Elektrolit
a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau
tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor
lebih sering menurun
3. Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
b. Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto Toraks
F.
Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan
mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta
mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1. Penilaian
klinik awal
a. Pemeriksaan
fisik (termasuk berat badan), tekanan
darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.
b. Konfirmasi
biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,
ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
a.
Pertahankan jalan nafas.
b.
Pada syok berat berikan oksigen 100%
dengan masker.
c.
Jika syok berikan larutan isotonik
(normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d.
Bila terdapat penurunan kesadaran perlu
pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari aspirasi lambung.
2. Observasi
klinik
Pemeriksaan dan
pencatatan harus dilakukan atas :
a.
Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan
tekanan darah setiap jam.
b.
Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4
jam.
c.
Pengukuran balance cairan setiap jam.
d.
Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e.
Tanda klinis dan neurologis atas edema
serebri.
f.
EKG : untuk menilai gelombang T,
menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
g.
Keton urine sampai negatif atau keton
darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan
intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema
serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.
Tentukan
derajat dehidrasi penderita.
b.
Gunakan cairan
normal salin 0,9%.
c.
Total rehidrasi
dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.
50-60% cairan
dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.
Sisa kebutuhan
cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4.
Penggantian
Natrium
a.
Koreksi Natrium
dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b.
Monitoring
serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c.
Kadar Na yang
terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d.
Bila corrected
Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e.
Bila corrected
Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
evaluasi kecepatan hidrasi.
f.
Kondisi
hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
5.
Penggantian
Kalium
Pada saat asidosis terjadi
kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih
normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a.
Pemberian
Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.
b.
Pada keadaan
gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6.
Penggantian
Bikarbonat
a.
Bikarbonat
sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b.
Terapi
bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,
Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
c.
Terapi
bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
d.
Jika diperlukan
dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau
dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
7.
Pemberian
Insulin
a.
Insulin hanya
dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b.
Insulin yang
digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c.
Dalam 60-90
menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d.
Dosis yang
digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
e.
Pemberian
insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL
NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.
Penurunan kadar
glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g.
Bila KGD
mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h.
Kadar glukosa
darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i.
Bila KGD <
150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j.
Bila KGD tetap
dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k.
Jangan
menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l.
Pemberian
insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.
m.
Pada saat tidak
terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.
n.
Pada kasus
tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
8.
Tatalaksana
edema serebri
Terapi harus segera diberikan
sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
a.
Kurangi
kecepatan infus.
b.
Mannitol 0,25-1
g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang
efektif).
c.
Ulangi 2 jam
kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d.
Bila perlu
dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e.
Pemeriksaan MRI
atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
9.
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase
pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-oral, peralihan
insulin drip menjadi subkutan.
a.
Memulai diet
per-oral.
1)
Diet per-oral
dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH >
7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2)
Saat memulai
snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3)
Bila anak dapat
menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4)
Saat memulai
makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah
makan utama berakhir.
b.
Menghentikan
insulin intravena dan memulai subkutan.
1)
Insulin iv bisa
dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
menghabiskan makanan utama.
2)
Insulin
subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan
sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3)
Diberikan short
acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula
darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
4)
Dapat diawali
dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum
makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
G.
Pencegahan
Dua faktor
yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan
hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya
disaat sakit serta edukasi.
Langkah-langkah
pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar tidak
terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan
yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1.
Menjamin
agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2.
Menghindari
stress.
3.
Menghindari
puasa berkepanjangan.
4.
Mencegah
dehidrasi.
5.
Mengobati
infeksi secara adekuat.
6.
Melakukan
pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
H.
Komplikasi dari Keto Asidosis
Diabetikum
1.
Ginjal
diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati
diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati
diabetik, didalam air kencingnya terdapat
protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan
disertai naiknya tekanan darah. Pada
kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal
ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung
kongestif.
2.
Kebutaan
(Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa
menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat
berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani
secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa
normal kembali.
3. Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat
kerusakan pada syaraf. Penderita
bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang
dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila
kakinya terluka, kena
bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak
jarang harus berakhir dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah
adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila
diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian
otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini
merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu, terganggunya saraf otonom
yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya
timbul rasa sesak, bengkak dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula
darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus
diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang
timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang – kejang.
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki
yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes
yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh
penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada
tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau
bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam
kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi
ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk
mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon
dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon
tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih
baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi
rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau
demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan.
Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa
terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4
kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan
glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra
berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga lebih tinggi. Ditambah
dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah tekanan darah.
Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah
disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang mungkin timbul.
1. Gangguan pada saluran pencernaan
akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak
bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan
gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut
gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan
dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih mudah terserang
infeksi.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia :
anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b.
Riwayat
penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab
tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati
atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c.
Riwayat
penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita
penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanpa menjalani program pengobatan.
Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi
atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d.
Riwayat
penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit
yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap
keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e. Status
metabolik : Intake makanan yang melebihi
kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang
berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi
lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik
oral.
f.
Pemeriksaan Fisik :
1)
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
2)
Keadaan umum (Penurunan BB,
nyeri abdomen, status gizi turun).
3)
Sistem pernafasan (nafas kusmaul,
takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
4)
Sistem integument (turgor kulit
turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
5)
Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik
hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih
saat berdiri).
6)
Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
7)
Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran
menurun).
8)
Sistem penglihatan (penglihatan
kabur).
g.
Pengkajian gawat darurat :
1) Airways:
kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
2) Breathing: kaji
frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Circulation: kaji nadi, capillary
refill.
h. Aktivitas /
Istirahat
Gejala:
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat
atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma.
i.
Sirkulasi
Gejala: Adanya
riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda:
Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada,
disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
j.
Integritas/ Ego
Gejala: Stress,
tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda:
Ansietas, peka rangsang.
k. Eliminasi
Gejala:
Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning,
poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
l.
Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu
makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu,
haus, penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor
jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah
(napas aseton).
m. Neurosensori
Gejala:
Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma
(tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang
tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
o.
Pernapasan
Gejala:
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.
p.
Keamanan
Gejala:
Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit
rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,
parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam).
q.
Seksualitas
Gejala:
Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
r.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan
dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau
mental.
b. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Gangguan pola
nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul.
d. Gangguan
keseimbangan cairan berhubungan
dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri.
3.
Rencana Keperawatan
a.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual. Kriteria Hasil :
1)
TTV
dalam batas normal.
2)
Pulse
perifer dapat teraba.
3)
Turgor
kulit dan capillary refill baik.
4)
Keseimbangan
urin output.
5)
Kadar
elektrolit normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji riwayat
durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan.
Observasi kualitas nafas,
penggunaan otot asesori dan cyanosis.
Observasi ouput dan kualitas urin.
6. Timbang BB.
7. Pertahankan cairan
2500 ml/hari jika diindikasikan.
8. Ciptakan lingkungan
yang nyaman, perhatikan perubahan emosional.
Catat hal yang dilaporkan seperti
mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.
Obsevasi adanya perasaan kelelahan
yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi
pada vaskuler.
Kolaborasi:
-Pemberian
NS dengan atau tanpa dextrosa
-Albumin,
plasma, dextran
-Pertahankan
kateter terpasang
-Pantau
pemeriksaan lab :
Hematokrit
BUN/Kreatinin
Osmolalitas
Natrium
Kalium
|
1.
Membantu
memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2.
3.
Hypovolemia
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan
dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pelepasan asam
karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi
pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan
hilang bila sudah terkoreksi.
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk
berkompensasi terhadap asidosis.
Menggambarkan kemampuan kerja
ginjal dan keefektifan terapi.
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume.
8.
Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan
cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan
hipoksia.
9. Kekurangan cairan
dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah
dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit.
Pemberian cairan untuk perbaikan
yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK.
Kolaborasi :
Pemberian
tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
Plasma
ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali
normal
Memudahkan
pengukuran haluaran urin
Pemeriksaan lab :
Mengkaji
tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi.
Peningkatan nilai
mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal.
Menurun
mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi
berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam
berespons terhadap sekresi aldosteron.
Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang
melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan
asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat.
|
b.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. Kriteria hasil :
1) Klien mencerna jumlah kalori/nutrien
yang tepat.
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya.
3) Mendemonstrasikan berat badan stabil
atau penambahan sesuai rentang normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai
indikasi.
4. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan
pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi.
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi.
6. Observasi tanda hipoglikemia.
7. Kolaborasi
:
Pemeriksaan GDA dengan finger
stick.
Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3.
Berikan pengobatan insulin secara
teratur sesuai indikasi.
Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal.
|
1. Mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya.
2. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3.
Hiperglikemia dan ggn keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi
atau ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Pemberian makanan melalui oral
lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5. Memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6. Hipoglikemia dapat terjadi karena
terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan
insulin, hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus
dikenali.
7. Kolaborasi :
Memantau gula darah lebih akurat
daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi.
Memantau efektifitas kerja insulin
agar tetap terkontrol.
Mempermudah transisi pada
metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia.
Larutan glukosa setelah insulim
dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme
karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari
hipoglikemia.
|
c.
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul. Kriteria hasil :
1)
Pertahanan pola nafas efektif.
2)
Tampak rilex.
3)
Frekuensi nafas
normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji pola nafas tiap hari.
Kaji
kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul.
Kaji
pernafasan kusmaul atau pernafasan keton.
4.
Pastikan
jalan nafas tidak tersumbat.
5.
Baringkan
klien pada posisi nyaman, semi fowler.
6. Berikan bantuan oksigen.
7. Kaji Kadar
AGD setiap hari.
|
1. Pola dan
kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi,
status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat
diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling
berpengaruh.
2. Penurunan kesadaran
mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik
dan atau penurunan kemampuan menelan.
3. Paru-paru
mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau
keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila
ketosis harus terkoreksi.
4. Pengaturan
posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari
jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin
terjadi.
5.
Pada posisi
semi fowler paru – paru tidak tertekan oleh diafragma.
6. Pernafasan
kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan
O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan
dapat mempertahankan level CO2.
7. Evaluasi
rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2 merupakan
bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
|
d.
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi
ditandai dengan poliuri. Kriteria Hasil:
1)
TTV
dalam batas normal.
2)
Pulse
perifer dapat teraba.
3)
Turgor
kulit dan capillary refill baik.
4)
Keseimbangan
urin output.
5)
Kadar
elektrolit normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji riwayat
pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare.
Pantau tanda vital.
3. Kaji nadi
perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa.
Ukur BB tiap hari.
5. Pantau masukan dan pengeluaran
urine.
6.
Berikan
cairan paling sedikit 2500 cc/hr.
7. Kolaborasi
Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose.
Pantau pemeriksaan laboraorium:
Ht, BUN/Creatinin, Na, K.
Berikan
Kalium atau elektrolit IV/Oral.
Berikan Bikarbonat.
Pasang selang NG dan lakukan
penghisapan.
|
1. Memperkirakan
volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang
meningkatkan kehilangan cairan IWL.
2. Hipovolemia
dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun
lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
3. Indikator
tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.
4. Memberikan
hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti.
5. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.
6. Mempertahankan
hidrasi dan volume sirkulasi.
Kolaborasi
Tipe dan
jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien
individual.
Na menurun
mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi
mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui
urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang.
Kalium untuk mencegah hipokalemia
harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk
menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
Diberikan dengan hati-hati untuk
memperbaiki asidosis.
Mendekompresi
lambung dan dapat menghilangkan muntah
|
4.
Implementasi
Implementasi
adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keto
Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat
defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat
pengobatan segera akan menyebabakan kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan
dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada
penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi
disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh
terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air
yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari
defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh
penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan
yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan
elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan
mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.
B.
Saran
Bila menemukan klien yang DM tetapi
belum terjadi KAD berikan informasi tentang KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD,
sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga
meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.