Sabtu, 13 April 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BPH





MAKALAH KMB

ASUHAN KEPARAWATAN PADA BPH



DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 6


DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

T.A 2013
 



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B.     Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum :
Dalam penulisan karya tulis ini bermaksud untuk menambah wawasan serta pengalaman nyata dalam merawat dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatannya.
b. Tujuan Khusus :
1.       Mampu mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyakitnya.
2.    Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada kliendengan BPH secara komprehensif
3.    Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul padaklien BPH. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH
4.    Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa sebenarnya yang dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi penyebab terjadinya, gejala yang ditimbulkan dan bagaimana proses perawatan dan pengobatannya.

C.   Metode Penulisan
1.  Metode Diskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.  Sumber data :
Studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

D.   Sistematika Penulisan
Dalam penulisan seminar/presentasi keperawatan penulis membagi 3 BAB :
1.    BAB I: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.
2.    BAB II: Berisi tinjauan teoritis, pengertian penyakit, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik,   penatalaksanaan. Dan Konsep Asuhan Keperawatan secara nyata dalam proses keperawatan melalui pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3.    BAB III: Penutup yang berisi tentang simpulan dan saran
Daftar pustaka






BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.      Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).



B.     Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital

1.       Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2.    Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.

C.      Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

1.         Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2.         Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3.         Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4.         Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.         Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

D.      Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1.         Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2.      Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan  hiperplasi prostat.
3.      Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4.      Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
·           Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
·           Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
·           Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
·           Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
·           Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
·           Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
·           Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
·           Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang membesar.
·           Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
·           Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
·           Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
·           Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.

E.       Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.            Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
·           (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
·           (nokturia),  terbangun untuk miksi pada malam hari
·           (urgensi)  perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
·           (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
·           rasa tidak lampias sehabis miksi.
·           (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
·           (straining)  harus mengejan
·           (intermittency)  yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2.            Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3.            Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4.            warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat  (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urine
I
II

III
IV
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
< 50 ml
50 – 100 ml

> 100 ml
Retensi urine total

Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah

F.   Komplikasi
1.         Retensi Urine
2.         Perdarahan
3.         Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4.         Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5.         Hidroureter
6.         Hidronefrosis
7.         Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8.         Hipertensi, Uremia
9.         Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10.      Gagal ginjal

G.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2.      Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3.      Prostatektomi Retro Pubis
4.      Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
5.      rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a.         Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

H.      Penatalaksanaan
1.         Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c.  Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
2.         Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a.    TUR (Trans Uretral Resection)
b.    STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c.    Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d.   Prostatectomy Perineal
3.    Terapi medikamentosa
a.    Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b.    Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c.    Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4.    Terapi bedah
a.    TURP
b.    TUIP
c.    Prostatektomi terbuka
5.    Terapi invasif minimal
a.    TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b.    Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c.    High Intensity Focus Ultrasound
d.    Ablasi jarum trans uretra
e.    Stent Prostat

I.    Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1)  Pengkajian
            Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
a.        Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
      Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b.      Pola Nutrisi – Metabolik
            Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c.       Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1)    pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2)    penggunaan alat-alat bantu
3)    penggunaan obat-obatan.
            d.    Pola Aktivitas
                  1)    pola aktivitas, latihan dan rekreasi
                  2)    pembatasan gerak
                  3)    alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e.       Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1)    Pola tidur dan istirahat
2)    Persepsi, kualitas, kuantitas
3)    Penggunaan obat-obatan.
f.    Pola Kognitif – Perseptual
      1)    Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
      2)    Kemampuan bahasa
      3)    Kemampuan membuat keputusan
      4)    Ingatan
      5)    Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g.    Pola persepsi dan konsep diri
      Yang menggambarkan:
      1)    Body image
      2)    Identitas diri
      3)    Harga diri
      4)    Peran diri
      5)    Ideal diri.      
h.    Pola peran – hubungan sosial
      Yang menggambarkan:
      1)    Pola hubungan keluarga dan masyarakat
      2)    Masalah keluarga dan masyarakat
      3)    Peran tanggung jawab.
i.     Pola koping toleransi stress
      Yang menggambarkan:
      1)    Penyebab stress`
      2)    Kemampuan mengendalikan stress
      3)    Pengetahuan tentang toleransi stress
      4)    Tingkat toleransi stress
      5)    Strategi menghadapi stress.
j.     Pola seksual dan reproduksi
      Yang menggambarkan:
      1)    Masalah seksual
      2)    Pendidikan seksual.
k.   Pola nilai dan kepercayaan
      Yang menggambarkan:
      1)    Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
      2)    Realisasi dalam kesehariannya.

Data subyektif :
·           Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
·           Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
·           Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
·           Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
·           Terdapat luka insisi
·           Takikardi
·           Gelisah
·           Tekanan darah meningkat
·           Ekspresi w ajah ketakutan
·           Terpasang kateter

2)  Diagnosa Keperawatan
a.         Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
b.         Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
c.         Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
d.        Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
e.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.


3)  Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
·      Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a.  Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.  Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a.  Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
b.  Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
c.  Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d.  Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.  Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2.  Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
·      Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
·      Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a.  Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.  Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.  Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d.  Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.  Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f.  Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3.   Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
·      Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
·      Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a.  Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b.  Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c.  Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d.  Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e.  Beri penjelasan penting tentang:
a.  Impoten terjadi pada prosedur radikal
b.  Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c.  Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.


4.   Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
·      Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a.  Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.  Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c.  Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a.  Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b.  Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c.  Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d.  Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e.  Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5.   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
·      Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
·      Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a.  Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b.  Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
·      Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
·      Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

4)  Implementasi Keperawatan
            Diagnosa Keperawatan 1
a.  Memonitor dan mencatat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
b.  Mengobservasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
c.  Memberi kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Menganjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.  Mengatur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Melaporkan pada dokter jika nyeri meningkat
           
            Diagnosa Keperawatan 2
a.  Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.  Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.  Mengobservasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan mengobservasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.  Memonitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f.  Mengukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

            Diagnosa Keperawatan 3
a.  Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b.  Menjawab setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c.  Memberi kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Melibatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e.  Memberi penjelasan penting tentang:
a.  Impoten terjadi pada prosedur radikal
b.  Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c.  Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

            Diagnosa Keperawatan 4
a.  Melakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b.  Mengobservasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c.  Melakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Memonitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e.  Memonitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

Diagnosa Keperawatan 5
a.  Memotivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b.  Memberikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
·      Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
·      Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi



5) Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan melalui proses keperawtan pada klien dengan Benigna Prostatic Hypertrophy berdasarkan tujuan pemulangan adalah :
1.      Pola berkemih normal.
2.      Nyeri/ ketidaknyamanan hilang.
3.      Komplikasi tercegah minimal.
4.      Proses penyakit/ prognosis dan program terapi dipahami.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang tidak puas. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria). Massa pada abdomen bagian bawah. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin). Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik renall. Berat badan turun.
Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

B.       Saran
 Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
              Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud pencegahan atau menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan dan kinerja fungsi ginjal.